Insodenia News

Friday, December 22, 2006

Surat Tanpa Perangko

Tak perlu orang lain tahu, tentang apa yang kutulis atau buku apa yang kubaca.
cukuplah pemikiranku saja yang berenang dikepala orang-orang yang mengitariku. dengan mata yang setengah terpejam, pertanda mereka benar-benar mendengarkan apa yang aku katakan.

aku adalah yang memilih. tak pernah berada pada ketegangan yang selalu memaksa airmataku keluar dari setiap rongga tubuhku.

tak perlu orang lain ikut berfikir, tentang bagaimana aku berfikir, memecahkan masalahku.
cukuplah mereka tahu bahwa aku masih mampu berikhtiar.

dan sekaligus menegaskan pada semua bahwa aku bukanlah pada posisi yang memberikan perintah atau ilmu. tapi adalah suatu keharusan moral ketika aku adalah pelaku utama dalam drama ini. sekurang-kurangnya fahamilah itu, agar tak ada kesesatan yang menjerumuskan arah penilaianmu nantinya.

tapi emil...
ternyata kau juga tidak termasuk kedalam orang-orang yang dipilih. untuk menang. seperti mereka yang sudah-sudah, yang selalu telat menyadari perannya.
seharusnya sedari awal aku menyadarinya, betapa pemahamanmu sudah terlalu jauh meninggalkan batas yang telah ku tetapkan pada awalnya.

tapi jangan pernah merasa bahwa kau adalah sosok yang harus menanggung semua ini. jika memang harus ada dosa untuk ditanggung.
tidak! sama sekali tidak.
ini bukan tentang dosa, tapi tentang petanggungjawaban seseorang akan apa yang telah diperbuatnya.

sedari awalpun aku jualah yang mengambil resiko ini.
bahwa akupun dengan senang hati selain menjadi aktor utama dalam drama yang kumainkan sendiri sekaligus sebagai pembanding dan penonton.

seharusnya engkau melihat bagaimana kritik tajamku justru kusarangkan pada ulu hatiku sendiri. tapi juga sekaligus aku melihat kekurangan setting pada drama ini. lalu peran apa saja yang tidak seharusnya ada dalam percakapan ini. setelah itu akan kusingkirkan segala pemandangan yang tak harus ada nantinya. atau dalam pengertian kasarnya adalah pembunuhan karakter yang terencana.

jadi pada dasarnya, akupun tak menyesali ketika suratmu memang tak pernah sampai kesini.
karena aku hanya butuh satu perangko saja untuk tahu dan faham sampai kapan drama ini harus kuakhiri.
selain itu juga karena aku memang tak pernah menyertakan perangko balasan didalam surat yang kukirimkan kepadamu.

selamat malam, Emil.
selalu kita harus berputus asa untuk menyadari betapa kita suka hidup.
terakhir, sebelum kau terlelap. ingatlah pesanku selalu.
semoga mimpimu tidak bercerita tentang senja.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home