Insodenia News

Friday, December 22, 2006

Muda, sadar, sehat... mungkin!

Aku masih duduk dipelataran batu itu, ketika sebuah iring-iringan manusia lewat didepanku. masih terasa agak sesak ditenggorokan sesaat setelah cairan coklat kental itu meluncur kedalam perutku.ada manusia berbagai rupa disana, masih memelihara raut muka sisa ketegangan senja, namun berusaha ditutupi dengan senyum lebar yang mengisyaratkan tanda-tanda penuh kemenangan. pada jeda waktu diantara memandang iringan tadi kusempatkan menghembuskan nafas penuh hawa panas yang berkumpul diparu-paruku.

Aahh.. kalian yang muda seakan tanpa duka masih tertawa. tapi alangkah naifnya prasangka yang trasa dijejalkan pada generasi yang sesaat lagi siap menerima gelarnya, untuk menjadi tua.

Lantai didepanku tiba-tiba basah oleh tumpahan air yang jatuh dari ujung atap diatas kepalaku. sejenak terbayang samar-samar seorang perempuan setengah baya yang biasa menghabiskan malamnya dicafe pinggir jalan di jalan pemuda. wajahnya keras, dengan pembawaan yang seakan tidak ingin memperlihatkan bahwa dalam hidupnya ia pernah kalah. entah oleh waktu, lelaki atau takdirnya sendiri. lalu ia akan bernyanyi tentang anak perempuan seorang tukang tanah yang mati secara mengenaskan tepat pada saat peristiwa penyerangan dan perebutan kembali hak-hak petani di majaseruya.

Tragis... perutku mulai mengalami kontraksi yang hebat. seakan memaksa segala sesuatunya untuk keluar dari kemaluanku, dubur, lubang hidung dan telingaku. aku mengerang kepayahan. tapi yang keluar dari mulutku justru remah-remah sisa makan siangku, yang sudah bercampur dengan cairan asam kental.

Lantai didepanku kembali basah. kali ini oleh air mata yang kukeluarkan dari ujung tenggorokanku.

Iring-iringan manusia didepanku baru saja menghilang diujung jalan. syukurlah saat ini senja tak lagi mengikuti.. pikirku. karena ketakutanku adalah ketika aku harus tidur tepat pada saat matahari binar dalam sendu.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home